hukum menunda shalat

Menunda Shalat karena Kuliah, Agar Bisa Berjamaah

Maaf mau tanya, jika seorang Dosen molor mengerjakan shalat dikarenakan masih ngajar, misalnya, masuk waktu zhuhur jam 12 : 25 kmudian kmdian Dia shalat zuhur pda jam 13:00 namun tetap berjmaah di jam tersebut. itu gmn Ustadz 

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ulama berbeda pendapat, mana yang lebih afdhal, shalat di awal waktu sendirian, ataukah shalat di akhir waktu namun berjamaah. Ada 3 pendapat dalam hal ini,

[1] Shalat di awal waktu lebih afdhal, meskipun sendirian
Ini adalah pendapat al-Hathab – ulama Malikiyah –. Dalam Mawahib al-Jalil, beliau mengatakan,

أن الصلاة في أول الوقت فذا أفضل منها في آخر الوقت في جماعة قال في المقدمات روى زياد عن مالك أن الصلاة في أول وقت الصبح منفردا أفضل من الصلاة في آخره في جماعة

Shalat di awal waktu sendirian, lebih afdhal dibandingkan shalat di akhir waktu secara berjamaah. Dalam al-Muqadimat, diriwayatkan Ziyad dari Imam Malik, bahwa shalat subuh di awal waktu meskipun sendirian lebih afdhal dibandingkan shalat subuh di akhir waktu berjamaah. (Mawahib al-Jalil, 2/42).

[2] Shalat di akhir waktu berjamaah, lebih afdhal dari pada shalat di awal waktu sendirian.
Ini merupakan pendapat Imam Malik dalam riwayat lain dan al-Baji – ulama Malikiyah –, dan pendapat al-Buhuti – ulama hambali –.

Dalam Mawahib al-Jalil dinyatakan,

ونقله ابن عرفة واختار سند أن فعلها في الجماعة في آخر الوقت أفضل من فعلها فذا في أول الوقت وجزم به الباجي في المنتقى

Dan dinukil oleh Ibnu Arafah, dan beliau memilih sanad dari Malik bahwa mengerjakan shalat secara berjamaah di akhir waktu lebih afdhal, dari pada mengerjakannya sendirian di awal waktu. Dan ini yang ditegaskan al-Baji dalam al-Muntaqa. (Mawahib al-Jalil, 2/42).

Sementara al-Buhuti mengatakan,

وتقدم الجماعة مطلقا على أول الوقت  لأنها واجبة وأول الوقت سنة ولا تعارض بين واجب ومسنون

Didahulukan shalat jamaah secara mutlak, dari pada shalat di awal waktu. Karena shalat jamaah itu wajib, dan mengerjakan shalat di awal waktu anjuran. Dan tidak perllu dipertentangkan antara yang wajib dengan sunah. (Kasyaf al-Qana’, 1/457).

[3] Lakukan shalat 2 kali, di awal waktu sendirian dan di akhir waktu berjamaah.
Ini merupakan pendapat an-Nawawi – ulama Syafiiyah – ,
An-Nawawi mengatakan,

فالذي نختاره أنه يفعل ما أمره به النبي صلى الله عليه وسلم فيصلى مرتين مرة في أول الوقت منفردا لتحصيل فضيلة أول الوقت ومرة في آخره مع الجماعة لتحصيل فضيلتها …  فان اراد الاقتصار علي صلاة واحدة فان تيقن حصول الجماعة آخر الوقت فالتأخير أفضل لتحصيل شعارها الظاهر

Pendapat yang kami pilih, hendaknya dia melakukan seperti yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu shalat 2 kali. Di awal waktu sendirian, untuk mendapatkan keutamaan awal waktu, dan shalat lagi di akhir waktu berjamaah, untuk mendapatkan keutamaan jamaah… jika hanya ingin shalat sekali, selama dia yakin bisa mendapatkan shalat jamaah di akhir waktu, maka mengakhirkan lebih afdhal, untuk mendapatkan syi’ar jamaah. (al-Majmu’, 2/263)

InsyaaAllah pedapat yang lebih mendekati, kita memilik shalat jamaah, meskipun tertunda pelaksanaannya. Apalagi  penundaan shalat jamaah, tidak sampai di penghujung waktu.

An-Nawawi mengatakan,

ويحتمل أن يقال ان فحش التأخير فالتقديم افضل وان خف فالانتظار أفضل والله أعلم

Bisa juga kita pahami, jika penundaannya terlalu lama, maka lebih baik di awal waktu. Namun jika penundaannya tidak terlalu lama, maka menunggu untuk bisa jamaah, lebih afdhal. Allahu a’lam. (al-Majmu’, 2/263)

Karena itu, bagi siswa atau mahasiswa yang mendengar adzan ketika sedang ada kuliah, sehingga waktu shalat tertunda tidak terlalu lama, bisa tetap di tempat, mengikuti kuliah. Kemudian seusai kuliah bisa shalat berjamaah bersama para mahasiswa yang belum shalat.
Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Menunda Shalat karena Kuliah, Agar Bisa Berjamaah

Benarkah Puasa Arafah Bisa Menghapus Semua Dosa?

keutamaan puasa arafah

Tentang Puasa Arafah, Begini Penjelasannya!

“Diantara ibadah yang utama dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah adalah puasa pada hari Arafah (9 Dzulhijjah)”

Dalam hadis dari sahabat Abu Qatadah dinyatakan, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa arafah dan puasa Asyuro, beliau menjawab,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Puasa satu hari Arafah (9 Dzulhijjah), saya berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan dosa satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Dan puasa hari ‘Asyura’ (10 Muharram), saya berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.”  (HR. Muslim, no 1162).

Dari keterangan hadis ini kita mengetahui, puasa arafah memiliki keutamaan dapat menghapus dosa satu tahun sebelum dan satu tahun sesudahnya.

Namun pertanyaannya, apakah hal ini berlaku untuk seluruh dosa, sehingga seorang tidak perlu istighfar dan taubat?

Atau bila perlu seorang bisa beralasan dengan puasa Arafah untuk melegalkan maksiat yang dia lakukan?
Mari kita simak penjelasan Imam Nawawi berikut, ketika menjelaskan hadis di atas,

معناه يكفر ذنوب صائمه في السنتين، قالوا: والمراد بها الصغائر…. فإن لم تكن صغائر يرجى التخفيف من الكبائر، فإن لم يكن رفعت درجاته

Makna hadis ini, puasa arafah akan menghapus dosa selama dua tahun (yakni 1 tahun sebelum dan sesudahnya, pent) bagi orang yang melakukan puasa ini, para ulama mengatakan, ”Maksudnya dosa-dosa yang terhapus itu adalah dosa kecil.”

Bila dia tidak memiliki dosa kecil, diharapkan puasa ini menjadi penyebab meringankan dosa besar yang dia lakukan. Apabila tidak memiliki dosa besar, puasa ini akan menjadi penyebab naiknya derajat dia.  (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, 8/51)

Jadi, pembaca sekalian yang dimuliakan Allah.. dosa yang terampuni dengan sebab puasa arafah dan amal sholih lainnya, hanya dosa kecil saja. Tidak berlaku untuk dosa besar.

Maka tidak benar beralasan dengan puasa arofah, untuk menghibur diri supaya merasa aman/legal melakukan dosa besar. Karena dosa yang disinggung dalam hadis, yang terhapus dengan sebab puasa arafah, maksudnya adalah dosa kecil saja. Dosa besar, hanya terampuni dengan bertaubat yang jujur kepada Allah, yakni memohon ampunan, penyesalan, serta tekad untuk tidak mengulangi.

Justru terus-menerus melakukan dosa, tanpa ada upaya bertaubat, adalah penyebab dosa itu semakin besar di sisi Allah. Tidak ada situasi aman untuk orang-orang yang seperti ini anggapannya. Bahkan dosa kecil saja, yang dilakukan terus-menerus, bisa menjadi dosa besar, apalagi dosa besar yang dilakukan secara kontinyu dan tidak ada rasa menyesal yang mendorongnya untuk bertaubat.

Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu berkata,

لا كبيرة مع الاستغفار، ولا صغيرة مع الإصرار

Tidak ada dosa besar bila disertai istighfar. Dan tidak ada istilah dosa kecil jika dilakukan terus-menerus.

Syarat Terhapusnya Dosa Kecil dengan Amal Sholih

Tidak cukup dengan melakukan amal sholih kemudian dosa kecil otomatis terhapus. Ada syarat yang harus terpenuhi untuk mendapatkan fadilah ini. Yaitu, meninggalkan dosa-dosa besar.

Selama dia masih konsisten melakukan dosa besar, tidak ada upaya untuk bertaubat, masih enjoy dengan dosa besar yang dia lakukan, maka amal shalihnya tidak akan berfungsi sebagai penghapus dosa-dosa kecil.

Karena Allah ta’ala berfirman,

إِن تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًا كَرِيمًا ﴿٣١﴾

Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang untuk kalian, maka Kami akan menghapus semua dosa kecil kalian. Dan Kami  akan masukkan kalian ke surga. (QS. An-Nisa : 31).

Nabi kita –shallalllahu’alaihi wa sallam– juga bersabda,

الصلوات الخمس والجمعة الى الجمعة ورمضان الى رمضان مكفرات لما بينهما اذا اجتنبت الكبائر

Shalat lima waktu, dari satu (shalat) Jum’at ke Jumat  berikutnya, dari ramadhan ke ramadhan berikutnya, bisa menjadi penghapus dosa,  yang ada diantara keduanya, bila dosa-dosa besar dijauhi. (HR. Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi, hadis Abi Hurairah)

Ayat dan hadis di atas menunjukkan, bahwa dosa-dosa kecil akan terhapus, apabila dosa-dosa besar ditinggalkan. Hal ini menekankan bahwa meninggalkan dosa besar adalah syarat terhapusnya dosa kecil. Artinya, amal-amal sholih tidak akan berfungsi sebagai penghapus dosa kecil, selama dosa besar belum ditinggalkan dan belum ditaubati.

Ibnul Qoyyim memaparkan, ketika membantah anggapan sebagian orang, bahwa puasa asyuro dapat menghapus seluruh dosa; baik besar maupun kecil,

وكاغترار بعضهم على صوم يوم عاشوراء أو يوم عرفة، حتى يقول بعضهم يوم عاشوراء يكفر ذنوب العام كلها ويبقى صوم عرفة زيادة في الأجر، ولم يدر هذا المغتر أن صوم رمضان والصلوات الخمس أعظم وأجل من صيام يوم عرفة ويوم عاشوراء، وهي إنما تكفر ما بينهما إذا اجتنبت الكبائر… فكيف يكفر صوم تطوع كل كبيرة عملها العبد وهو مصر عليها غير تائب منها, هذا محال..

Seperti terpedayanya sebagian orang dengan puasa asyuro dan puasa arafah. Sampai ada sebagian mereka mengatakan, puasa asyuro dapat menghapus seluruh dosa selama satu tahun. Tinggal puasa arafah berfungsi sebagai penambah pahala… Dia yang sedang terpedaya ini tidak menyadari, bahwa puasa ramadhan dan sholat lima waktu itu lebih agung dan lebih mulia dari puasa arafah dan asyuro (karena ibadah yang wajib lebih utama daripada yang sunah, pent).

Itu pun hanya berfungsi menghapus dosa kecil, jika dosa-dosa besar ditinggalkan.
Lantas bagaimana bisa dikatakan, puasa sunah sehari dapat menghapus seluruh dosa besar yang dilakukan oleh seorang hamba, sementara dia masih terus-menerus melakukan dosa besar itu. Ini mustahil..! (Al-Jawab Al-Kafi hal. 55)

Syaikh Abdulmuhsin Al-‘Abbad -hafidzohullah- (pakar hadis Madinah saat ini), di saat menerangkan hadis tentang puasa arafah dapat menghapus dosa satu tahun sesudah dan sebelumnya, beliau menerangkan senada,

ومعناه: إذا كانت الكبيرة لم تجتنب ، أو كان مصراً عليها ، فإنه لا يحصل معها التكفير

Maknanya adalah, selama dosa besar tidak dijauhi atau dia masih terus-menerus melakukannya, maka pengampunan dosa-dosa kecil ini tidak akan dia dapatkan.

(Syarah Sunan Abi Dawud, http://audio.islamweb.net/audio/Fulltxt.php?audioid=171426)
Wallahua’lam bis showab.

Ditulis oleh : Ustadz Ahmad Anshori, Lc.
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.

Benarkah Puasa Arafah Bisa Menghapus Semua Dosa?

TAFSIR DOA DALAM SURAT AL AHQAF AYAT 15
Allah Subhanaahu wa Ta’aalaa berfirman dalam ayat-Nya yang mulia :

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.

Allah memerintahkan kepada hambanya untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya dan ketika sudah mencapai usia dewasa yakni usia 40 tahun, dimana ini adalah usia seorang manusia telah mencapai kematangan dalam berpikir, bertindak. Pada usia ini juga Nabi kita Muhammad sholallahu alaihi wa salam diutus sebagai Nabi kepada seluruh manusia. Seorang yang mencapai usia 40 tahun, maka ia mendapatkan wasiat dari Allah Subhanaahu wa Ta’aalaa untuk berdoa sebagaimana dalam Firman-Nya ditas. Ini juga doa yang dipanjatkan Nabi Sulaiman alaihi salam, sebagaimana yang tertera dalam surat An-Naml, dimana Allah Subhanaahu wa Ta’aalaa berfirman :

وَحُشِرَ لِسُلَيْمَانَ جُنُودُهُ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ (17) حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (18) فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ (19)

“Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan).  Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”;  maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh ” (QS. An Naml 17-19).

Imam Ibnul Jauzi dalam kitab tafsirnya menyebutkan beberapa pendapat para ulama tafsir tentang asbabun nuzul surat Al Ahqof diatas, beliau menyebutkan 3 pendapat yakni :
  • ayat ini turun berkaitan dengan sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq rodhiyallahu anhu, Beliau adalah sahabat Nabi sholallahu alaihi wa salam sejak muda hingga sampai Rasulullah sholallahu alaihi wa salam wafat. beliau dengan Nabi sholallahu alaihi wa salam umurnya terpaut 2 tahun, maka ketika Nabi sholallahu alaihi wa salam diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun, usia Abu Bakar rodhiyallahu anhu menginjak 38 tahun. pada saat usia Abu Bakar rodhiyallahu anhu sampai 40 tahun, beliau berdoa seperti dalam ayat diatas. Imam ‘Athoo’ meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan ini juga ucapan mayoritas ulama tafsir, mereka berkata :
رواه عطاء عن ابن عباس ، وبه قال الأكثرون؛ قالوا : فلما بلغ أبو بكر أربعين سنة ، دعا الله عز وجل بما ذكره في هذه الآية ، فأجابه الله ، فأسلم والداه و أولادُه ذكورُهم وإناثُهم ، ولم يجتمع ذلك لغيره من الصحابة

“maka ketika Abu Bakar rodhiyallahu anhu mencapai usia 40 tahun, beliau berdoa kepada Allah azza wa Jalla dengan doa yang disebutkan dalam ayat diatas, lalu Allah mengabulkannya. Bapaknya masuk islam, anaknya baik yang laki-laki maupun yang perempuan semuanya masuk islam, tidak ada yang mengumpulkan perkara ini selain Abu Bakar rodhiyallahu anhu dari kalangan para sahabat rodhiyallahu anhum ajma’in.
  •  ayat ini turun berkaitan dengan sahabat Saad bin Abi Waqqosh rodhiyallahu anhu, ini adalah pendapatnya adh-Dhohaak dan as-Sudiy.
  • ayat ini turun secara umum, ini adalah perkataannya Al-Hasan al-Bashriy.

Tafsir Doa Al Ahqof ayat 15
ucapan : “ قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي”  (doanya : Ya Rabb tunjukilah aku) perkataan ‘auzi’niy’ maknanya adalah ‘alhimny’ (berilah aku ilham) yakni suatu petujuk agar aku bisa,    “ أَنْ أَشكُرَ نِعْمَتَكَ التي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ ” (untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku).  Nikmat terbesar seorang hamba adalah keimanan, sebagaimana dalam firman-Nya :

بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar ” (QS. Al Hujuraat : 17).

Imamul Mufasirin Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu mengartikan nikmat tersebut adalah tauhid. dan tidak bertentangan juga jika nikmat tersebut adalah umum mencakup seluruh nikmat yang Allah berikan kepada kita semua, karena nikmat Allah sangatlah banyak dan besar, yang seorang hamba tidak akan mampu menghitungnya. Allah berfirman :

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya” (QS. Ibrohim : 34 & An-Nahl : 18).

Lalu doanya “ وعلى وَالِدَيَّ” (dan kepada ibu bapakku) yakni nikmat yang sama berupa keimanan dan nikmat-nikmat dari Allah yang diberikan kepada kedua orang tuaku, sehingga mereka memeluk agama Islam ini dan menjadikan aku sebagai keturunannya beragama Islam. Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan diatas fitrah, kedua orang tuanya-lah yang menjadikan anaknya menjadi Yahudi atau Nashroni atau Majusi” (Muttafaqun alaih).

Diantara nikmat yang diberikan kepada orang tuaku juga adalah rezeki berupa mata pencaharian yang dengannya orang tuaku dapat memelihara dan merawatku. Allah berfirman :

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوف

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.” (QS. Al Baqoroh : 233).

Dan yang menakjubkan sekalipun nafkah seorang bapak kepada keluarganya adalah suatu kewajiban yang dituntut agama dan kebiasaan urf suatu masyarakat, namun Allah tetap memberikan pahala kepada bapak kita dan ini tentunya nikmat yang lain juga. Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda :

إِذَا أنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةً يَحْتَسِبُهَا فَهِيَ لَهُ صَدَقَةٌ

“Jika seorang Bapak memberikan nafkah kepada keluarganya dengan suatu nafkah, maka itu adalah shodaqoh baginya”  (Muttafaqun alaih).

Dan tentunya masih banyak nikmat-nikmat lain yang tak terhingga.

Lalu doanya “وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً” (dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh) yakni amalan yang ditujukan kepada wajah Allah dan mengikuti petunjuk Nabi-Nya sholallahu alaihi wa salam. Firman-Nya :

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS. Al Kahfi : 110).

Dan barangsiapa yang berbuat amal sholih, maka ia mendapatkan pahala yang tidak terputus-putus dan surga-Nya Allah Subhanaahu wa Ta’aalaa. Firman-Nya :

إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya” (QS. At Tiin : 6).

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun ” (QS. An Nisaa : 124).

Lalu doanya “تَرْضَاهُ” (yang Engkau ridhai) yakni amal-amal sholeh yang diridhoi dan dicintai oleh Allah, ini adalah seluruh jenis ibadah, sebagaimana firman-Nya :

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu” (QS. Az Zumar : 7).

Lalu doanya “وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ” (berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku) yakni agar keturunanku semuanya masuk Islam dan mentauhidkan-Mu. Mendapatkan karunia anak-anak dan cucu-cucu yang sholih dan sholihah adalah dambaan setiap insan yang bertakwa. Lihatlah bagaimana Nabi Ibrohim alaihi salam berdoa :

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ (35) رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala ” (QS. Ibrohim : 35).

Dalam doa berikutnya, Nabi Ibrohim alaihi salam memanjatkan agar anak keturunannya senantiasa beribadah kepada Allah Subhanaahu wa Ta’aalaa.

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur ” (QS. Ibrohim : 37).

Dan salah satu doa yang disyariatkan kepada kita juga, agar memohon keluarga dan anak keturunan, yang dapat menjadi penyejuk pandangan dengan keimanan dan amal shaleh mereka. Firman-Nya :

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Furqon : 74).

Lalu doanya “ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ ” (Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau), yakni aku benar-benar bertaubat dengan memohon ampun kepada Engkau wahai Dzat yang Maha Pengampun dan Menerima Taubat. Kesalahan-kesalahanku sangat banyak dan aku belum dapat menunaikan rasa syukur kepada Engkau atas nikmat-nikmat yang telah engkau berikan. Nabi sholallahu alaihi wa salam mengajari kita untuk berdoa setiap pagi dan petang dengan doa yang disebut sebagai “Sayyidul Istighfar” :

سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

“Sayyidul Istighfar engkau berdoa : Ya Allah Engkau adalah Rabbku, tidak ada ilaah yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkau telah menciptakanku, aku adalah hamba-Mu, aku diatas perjanjian dengan-Mu dan Janji dengan-Mu semampuku, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa yang telah aku perbuat, aku mengakui semua nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku, karena tidak ada yang mengampuni dosa-dosa, selain Engkau” (HR. Bukhori). 

Lalu doanya “  وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ” (dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri) yakni aku adalah termasuk kaum Muslimin. Islam jika disebutkan secara umum, maka ini mencekup juga seluruh agama yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul dari Adam alaihi salam sampai kepada Nabi kita Muhammad sholallahu alaihi wa salam. Adapun jika Islam dimaksud secara khusus, maka itulah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad sholallahu alaihi wa salam kepada seluruh umat manusia dan jin.

Para Nabi alaihi salam senantiasa berdoa agar diwafatkan dalam keadaan sebagai seorang muslim dan mewasiatkan kepada keturunannya agar diwafatkan juga dalam keadaa seorang Muslim. Firman-Nya :

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. ” (QS. Al Baqoroh : 132).

Allah Subhanaahu wa Ta’aalaa telah menyeru kaum Mukminin agar meninggal diatas islam, Firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS. Ali Imron : 102).

Demikian penjelasan doa yang terdapat dalam surat Al Ahqof ayat 15 ini, sebelum kami akhiri mungkin ada pertanyaan : dhohirnya ayat menunjukkan bahwa doa ini dibaca ketika seseorang mencapai usia 40 tahun, pertanyaannya adalah apakah doa ini boleh diucapkan oleh orang yang belum mencapai usia tersebut?

Jawabannya, diperbolehkan bagi orang yang belum mencapai usia 40 tahun untuk mengucapkan doa ini, karena bagusnya dan saratnya faedah yang dikandung dalam doa ini. Apalagi didukung oleh pendapat Imamul Mufassiriin Abdullah bin Abbas rodhiyallahu anhu yang mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan sahabat Abu Bakar ash-Shidiq rodhiyallahu anhu, dimana dalam ayat ini diceritakan ketika Abu Bakar rodhiyallahu anhu mencapai usia 40 tahun, yakni 2 tahun setelah keislaman beliau dengan diutusnya sahabat dekatnya yaitu Muhammad sholallahu alaihi wa salam menjadi Nabi. Lalu Allah kabulkan doanya, ayahnya Abu Quhafah rodhiyallahu anhu akhirnya masuk Islam dan begitu juga anak-anaknya semuanya masuk islam, seperti Abdur Rokhman bin Abi Bakar, Aisyah, Ummu Kultsum binti Abi Bakar, Asmaa’ binti Abi Bakar dan selainnya rodhiyallahu anhum ajmain. Sehingga menurut ulama tafsir “al-Ibroh bi Umumil Lafdhzi laa bikhususi sabab”, maksudnya  ayat ini sedang menceritakan seorang yang ketika telah menginjak usia 40 tahun berdoa dengan doa ini, bukan pensyariatan doa ini hanya untuk orang yang telah menginjak 40 tahun. Wallahu A’lam. 

Sumber,

TAFSIR DOA DALAM SURAT AL AHQAF AYAT 15



Dipublikasikan tanggal 30 Jul 2011
Surah An-Nisaa (The Women) recited by Sheikh Saad Al-Ghamidi
سعد الغامدي سورة النساء
You can download the audio from:

The Quran (/kɔːrˈɑːn/[a]kor-AHN; Arabic: القرآن‎‎ al-Qurʾān,[b] literally meaning "the recitation"; also romanized Qur'an or Koran[c]) is the central religious text of Islam, which Muslims believe to be a revelation from God (Allah).[1] It is widely regarded as the finest work in classical Arabic literature.[2][3][4][5] The Quran is divided into chapters (surah in Arabic), which are then divided into verses (ayah).[wikipedia[. There are 114 Surahs in the Quran:

1 al-Fatihah al-faatiHah The Opening
2 al-Baqarah al-baqarah The Cow
3 Al-Imran aali-`imraan The Family Of Imran
4 an-Nisa' an-nisaa' Women
5 al-Ma'idah al-maa'idah The Food
6 al-An`am al-an`aam The Cattle
7 al-A`raf al-a`raaf The Elevated Places
8 al-Anfal al-anfaal The Spoils Of War
9 at-Taubah at-tawbah Repentance
10 Yunus yoonus Jonah
11 Hud hood Hud
12 Yusuf yoosuf Joseph
13 ar-Ra`d ar-Ra`d The Thunder
14 Ibrahim ibraheem Abraham
15 al-Hijr al-Hijr The Rock
16 an-Nahl an-naHl The Bee
17 Al-Isra al-Isra' The Night Journey
18 al-Kahf al-kahf The Cave
19 Maryam maryam Mary
20 Ta Ha Taa haa Ta Ha
21 al-Anbiya' al-anbiyaa' The Prophets
22 al-Hajj al-Hajj The Pilgrimage
23 al-Mu'minun al-mu'minoon The Believers
24 an-Nur an-noor The Light
25 al-Furqan al-furqaan The Criterion
26 ash-Shu`ara' ash-shu`araa' The Poets
27 an-Naml an-naml The Ant
28 al-Qasas al-qasas The Narrative
29 al-`Ankabut al-`ankaboot The Spider
30 ar-Rum ar-room The Romans
31 Luqman luqmaan Lukman
32 as-Sajdah as-sajdah The Adoration
33 al-Ahzab al-aHzab The Allies
34 Saba' as-Saba' Sheba
35 Fatir faaTir The Creator
36 Ya Sin yaa seen Ya Sin
37 as-Saffat aS-Saaffaat The Rangers
38 Sad Saad Sad
39 az-Zumar az-zumar The Companies
40 Ghafir Ghafir The Forgiving One
41 Fussilat Fussilat Revelations Well Expounded
42 ash-Shura ash-shooraa The Counsel
43 az-Zukhruf azl-zukhruf The Embellishment
44 ad-Dukhan ad-dukhaan The Evident Smoke
45 al-Jathiyah al-jaathiyah The Kneeling
46 al-Ahqaf al-aHqaaf The Sandhills
47 Muhammad muHammad Muhammad
48 al-Fath al-fatH The Victory
49 al-Hujurat al-Hujuraat The Chambers
50 Qaf qaaf Qaf
51 ad-Dhariyat ad-dhaariyaat The Scatterers
52 at-Tur aT-Toor The Mountain
53 an-Najm an-najm The Star
54 al-Qamar al-qamar The Moon
55 ar-Rahman ar-raHmaan The Merciful
56 al-Waqi`ah al-waaqi`ah That Which is Coming
57 al-Hadid al-Hadeed The Iron
58 al-Mujadilah al-mujaadilah She Who Pleaded
59 al-Hashr al-Hashr The Exile
60 al-Mumtahanah al-mumtaHanah She Who is Tested
61 as-Saff as-saff The Ranks
62 al-Jumu`ah al-jumu`ah The Day of Congregation
63 al-Munafiqun al-munafiqoon The Hypocrites
64 at-Taghabun at-taghaabun The Cheating
65 at-Talaq, aT-Talaaq The Divorce
66 at-Tahrim at-taHreem The Prohibition
67 al-Mulk al-mulk The Kingdom
68 al-Qalam al-qalam The Pen
69 al-Haqqah al-Haaqqah The Inevitable
70 al-Ma`arij al-ma`aarij The Ladders
71 Nuh nooH Noah
72 al-Jinn al-jinn The Jinn
73 al-Muzammil al-muzammil The Mantled One
74 al-Mudathir al-muddaththir The Clothed One
75 al-Qiyamah al-qiyaamah The Resurrection
76 al-Insane al-insane The Man
77 al-Mursalat al-mursalaat The Emissaries
78 an-Naba' an-naba' The Tidings
79 an-Nazi`at an-naazi`aat Those Who Pull Out
80 `Abasa `abasa He Frowned
81 at-Takwir at-takweer The Cessation
82 al-Infitar al-infiTaar The Cleaving Asunder
83 Al-Mutaffifeen Al-Mutaffifeen The Defrauders
84 al-Inshiqaq al-inshiqaaq The Rending
85 al-Buruj al-burooj the Constellations
86 at-Tariq aT-Taariq The Night-Comer
87 al-A`la al-A`laa The Most High
88 al-Ghashiya al-ghaashiyah The Overwhelming Calamity
89 al-Fajr al-fajr The Dawn
90 al-Balad al-balad The City
91 ash-Shams ash-shams The Sun
92 al-Layl al-lail The Night
93 ad-Duha aD-DuHaa The Early Hours
94 ash-Sharh ash-Sharh The Expansion
95 at-Tin aT-Teen The Fig
96 al-`Alaq al-`alaq The Clot
97 al-qadr al-qadr The Majesty
98 al-Bayyinah al-bayyinah The Proof
99 Az-Zalzala Az-Zalzala The Shaking
100 al-`Adiyat al-`aadiyaat The Assaulters
101 al-Qari`ah al-qaari`ah The Terrible Calamity
102 at-Takathur at-takaathur Worldly Gain
103 al-`Asr al-`asr Time
104 al-Humazah al-humazah The Slanderer
105 al-Fil al-feel The Elephant
106 al-Quraish al-quraish The Quraish
107 al-Ma`un al-maa`oon The Daily Necessaries
108 al-Kauthar al-kauthar Abundance
109 al-Kafirun al-kaafiroon The Unbelievers
110 an-Nasr an-naSr The Help
111 Al-Masad Al-Masad The Palm Fibre
112 al-Ikhlas al-ikhlaaS The Unity
113 al-Falaq al-falaq The Daybreak
114 an-Nas an-naas The Men
  • Kategori

  • Lisensi

    • Lisensi YouTube Standar

Surah An-Nisaa (The Women) recited by Sheikh Saad Al-Ghamidi

Syafaat Seorang Sahabat


sahabat

Jika ada orang dekat selain keluarga, maka ia adalah sahabat. Hampir setiap orang, atau bahkan semua orang mengharapkan hadirnya sahabat.  Yakni teman yang setia dalam suka dan duka, menghibur di saat sedih, membantu saat dibutuhkan dan partner yang asyik untuk merayakan sebuah kesenangan. Bersahabat adalah tabiat, maka jika seseorang tidak bersahabat dengan orang-orang yang taat, besar kemungkinan ia akan bersahabat dengan ahli maksiat, karena “al arwah, junuudun mujannadah”, seseorang cenderung bergabung dengan orang yang setipe dengannya.

Arti Seorang Sahabat

Karena itu orang beriman memiliki pandangan lebih terkait sahabat. Tak melulu soal akrab dan dekat. Apalah arti sahabat akrab yang mengenyam suka duka bersama di dunia, namun nantinya menjadi musuh satu sama lain di akhirat, sebagaimana keadaan yang dikabarkan oleh Allah dalam firman-Nya,

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”. (Az Zukhruf: 67)

Seorang mukmin memandang bahwa persahabatan yang manfaat adalah sahabat yang terikat oleh iman, pergaulan yang terjadi demi takwa yang makin menguat dan agar lebih mudah merealisasikan taat. Inilah yang disebut dengan persaudaraan iman, meski tak ada hubungan nasab di antara mereka. Bahkan sejatinya, persaudaraan iman lebih manfaat dan lebih langgeng dari persaudaraan karena hubungan nasab yang tidak dibingkai oleh iman.

Orang-orang yang memiliki hubungan nasab, ketika di dunia saling mengasihi, saling membela dan terjalin hubungan yang harmonis, bisa jadi di akhirat kelak masing-masing akan saling cuek dan tidak memikirkan satu sama lain. Mereka akan saling berlepas diri sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

“Apabila datang hari Kiamat, Allah mengumpulkan manusia-manusia generasi awal hingga yang paling akhir, lalu ada seruan, “Siapa yang pernah dizhalimi silakakan mendatangi orang yang menzhalimi utuk mengambil haknya.  Lalu seseornag merasa gembira ketika masih ada hak yang belum ditunaikan oleh orang tuanya, anaknya, istrinya mau dia menuntutnya meski sekecil apapun, hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,

“Apabila telah ditiup  sangkakala itu, samasekali tak ada hubungan keturunan di antara mereka lagi ketika itu, dan tidak pula akan sempat tanya bertanya.” (QS al-Mukminun 101)

Adapun sahabat, ketika terjalin hubungan dan keakraban dalam rangka taat kepada Allah, faidahnya bisa dirasakan hingga hari Kiamat.


Jenis amal berupa saling mencintai karena Allah sendiri memiliki keutamaan agung. Di mana Allah akan menaungi mereka di hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya, yakni di makhsyar yang sangat panas oleh terik matahari yang didekatkan di atas kepala manusia dengan jarak satu mil saja.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلَالِي الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلِّي

“Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman pada hari kiamat kelak, “Mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Hari ini Aku naungi mereka dalam naungan-Ku, di mana tidak ada naungan pada hari ini selain naungan-Ku.” (HR Muslim)

Orang yang saling mencintai karena Allah juga menempati derajat yang tinggi di jannah. Tidak tanggung-tanggung, para Nabi dan para syuhada’ bahkan takjub dengan keadaan mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada orang-orang yang meskipun bukan golongan para nabi, namun para nabi dan juga para syuhada takjub dengan keadaan mereka. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah, agar kami bisa mencintai mereka. Beliau bersabda,

إِنَّ مِنْ عِباَدِ اللهِ عِباَداً لَيْسُوْا بِأَنْبِياَءِ ، يَغْبِطهُمُ اْلأَنْبِياَءِ وَالشُّهَدَاءُ ، قِيْلَ  مَنْ هُمْ لَعَلَّناَ نُحِبُّهُمْ ؟ قاَل  هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوا بِنُوْرِ اللهِ مِنْ غَيْرِ أَرْحَامٍ وَلاَ انْتِسَابٍ ، وُجُوْهُهُمْ نُوْرٌ عَلَى مَناَبِرَ مِنْ نُوْرٍ ، لاَ يَخَافُوْنَ إِذاَ خَافَ الناَّسُ، وَلاَ يَحْزَنُوْنَ إِذَا حَزِنَ الناَّسُ

“Mereka adalah orang saling mencintai karena Allah, meski tak ada hubungan rahim maupun nasab. Wajah-wajah mereka bercahaya, berada di mimbar-mimbar yang bercahaya, mereka tidak takut pada saat orang-orang ketakutan dan ereka tidaklah bersedih di saat orang-orang bersedih.” (HR Ibnu Hibban dengan sanad yang bagus)

Syafaat di Hari Kiamat

Tidak hanya jenis amalnya yang memiliki keutamaan, bahkan seorang teman ataupun sahabat, sebagaimana di dunia saling menolong dalam taat, saling cegah dalam hal maksiat, maka kelak seorang sahabat bisa memberikan syafaat di akhirat. Karena itulah Imam Hasan al-Bashri menasehatkan, ”Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka bisa memberi syafaat (pertolongan) pada hari klamat.”

Dalam sebuah momen,  Ibnul al-Jauzi juga pernah berkata kepada para sahabat dan murid-muridnya, ”Jika kalian kelak tidak menemukan aku di surga bersama kalian, maka tanyakanlah tentang aku kepada Allah. Ucapkan, “Wahai Rabb kami, hambaMu fulan, dulu dia pernah mengingatkan kami untuk mengingat Engkau.” Lalu beliau menangis, semoga Allah merahmati beliau.

Tentang syafaat seorang sahabat ini, Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan hadits yang panjang, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda tentang syafaat di hari kiamat,

Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah  untuk  memperjuangkan hak saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon, “Wahai Rabb kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji. Lalu dikatakanm, “Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka. Orang-orang mukmin itupun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.” (HR Muslim)

Jika ada pertanyaaan, tidakkah hadits ini bertentangan dengan firman Allah,
“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm: 39)

Jawabannya adalah tidak. Karena ketika seseorang beramal dalam bentuk saling mencintai dan bersahabat karena Allah, maka di antara hasilnya adalah ia berhak mendapatkan syafaat dari sahabatnya.

Sahabat yang bermanfaat bukanlah orang yang selalu membuat kita senang, bukan pula orang yang mendukung apapun yang kita putuskan. Akan tetapi sahabat yang baik adalah yang mau mengingatkan saat kita alpha, yang membantu kita untuk taat kepada Pencipta, mencegah kita dari perbuatan nista, dan bersedia tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.

Bayangkan, betapa beruntungnya dan bahagianya seseorang yang memiliki banyak teman orang-orang sholih. Yang mengingatkan untuk shalat berjamaah di masjid, mengajari tilawah Al-Qur’an, mengajak menghadiri majelis ilmu, dan menasehatinya dalam kebaikan.

Jika kita mendapatkan teman semisal ini, maka pertahankanlah ia, dan janga sampai lepas dari kita. Sebagaimana nasihat Imam asy-Syafi’I, “Jika engkau punya sahabat membantumu untuk taat, maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskan ia. Alangkah susahnya mencari teman yang baik, dan betapa mudah lepasnya.”

Pun demikian, seshalih apapun seorang sahabat, pasti memiliki kekurangan, sebagaimana diri kita juga memiliki kekurangan. Jangan sampai kekhilafan dan sedikit cela menyebabkan kita menjauhi sahabat, karena tidak ada manusia yang tanpa cela. Alangkah indahnya nasihat Imam asy-Syafi’i rahimahullah, “Barangsiapa mencari teman yang tanpa cela, niscaya ia akan hidup sendiri tanpa teman.”

Persahabatan itu butuh untuk saling menasehati, menjaga adab yang menjadi sebab kelanggengan dan mudah memaafkan demi kelangsungan sebuah persaudaraan. Jangan berpikir akan mendapatkan seorang teman yang tidak pernah terjatuh dalam kesalahan. Jangan pula mudah terhasut oleh desas desus orang yang membuat retak persaudaraan. Abu Qilabah rahimahullah berkata,

“Jika sampai kepadamu suatu berita yang tidak suka dari saudaramu, maka carikanlah udzur/alasan, jika engkau tidak mendapatkan udzur/alasan untuknya, maka katakanlah, mungkin saja dia memiliki alasan yang aku tidak ketahui.” Sedangkan maksud mencarikan alasan adalah berprasangka baik dengan mengedepankan kemungkinan positif. Semoga Allah memperbanyak sahabat yang membantu kita untuk taat, dan kelak menjadi syafaat pada hari Kiamat, aamiin.

Uztad Abu Umar Abdillah

Sumber,

Syafaat Seorang Sahabat

Murottal al-Qur’an dan Terjemahannya oleh Syaikh Misyari Rasyid 30 Juz



Tidak banyak qari’ al-Qur’an yang selain suaranya enak didengar, populer, juga memiliki murottal versi terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Nah, di antara sedikit qari’ tersebut salah satunya adalah Murottal al-Qur’an dan Terjemahannya oleh Syaikh Misyari Rasyid (Mishari Rashid) al Afasy.

mishary-rashid-alafasy

Suara lantunan Murottal al-Qur’an dan terjemahnya dari syaikh Misyari Rasyid ini memiliki beberapa kelebihan. Di antaranya adalah suara yang sangat jernih, kecepatan baca yang tidak terlalu cepat, dan suara terjemah yang jelas dan tegas. Suara yang jernih dan jelas tentunya sangat membantu untuk membuat al-Qur’an dan terjemahannya semakin jelas dan semakin nyaman untuk didengar. Satu yang membuat kami penasaran sebenarnya adalah, sebenarnya siapa suara yang membacakan terjemahnya tesebut? Kalau qari’ sudah jelas, tapi kalau terjemah?

Yah, akan tetapi itu tidak terlalu penting karena yang penting sang penerjemah insyaaAllah akan mendapat pahala yang berlimpah dari Allah karena usahanya tersebut. Dan yang penting lainnya juga, Anda bisa secara langsung mendengar (streaming) dan mendownload suara emas lantunan al-Qur’an dan terjemahannya dari Syaikh Misyari Rasyid al-Afasy melalui link berikut.

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)


Murottal al-Qur’an dan Terjemahan oleh Syaikh Misyari Rasyid

543 Bytes
688.53 KB
80.68 MB
50.12 MB
60.81 MB
46.93 MB
54.37 MB
67.41 MB
22.68 MB
45.03 MB
37.15 MB
39.56 MB
35.57 MB
17.02 MB
18.01 MB
14.3 MB
32.79 MB
26.12 MB
57.43 MB
15.12 MB
19.81 MB
18.07 MB
19.96 MB
16.65 MB
20.3 MB
13.33 MB
22.29 MB
18.5 MB
25.74 MB
19.58 MB
15.33 MB
9.89 MB
8.15 MB
24.25 MB
16.72 MB
14.78 MB
14.15 MB
19.74 MB
15.16 MB
21.68 MB
21.18 MB
14.72 MB
16.92 MB
15.84 MB
7.37 MB
8.77 MB
11.83 MB
10.03 MB
9.89 MB
6.59 MB
8.31 MB
6.35 MB
5.51 MB
5.76 MB
6.02 MB
6.66 MB
7.4 MB
10.41 MB
7.33 MB
7.04 MB
5.27 MB
3.22 MB
2.46 MB
3.01 MB
3.82 MB
4.69 MB
4.58 MB
6.21 MB
7.16 MB
5.22 MB
4.14 MB
4.11 MB
5.06 MB
3.4 MB
4.65 MB
2.77 MB
4.57 MB
4.24 MB
3.74 MB
3.66 MB
2.87 MB
2.13 MB
1.74 MB
3.77 MB
2.14 MB
2.3 MB
1.41 MB
1.58 MB
1.82 MB
2.72 MB
1.62 MB
1.21 MB
1.69 MB
1007.82 KB
582.1 KB
795.37 KB
1.58 MB
553.35 KB
1.65 MB
851.92 KB
966.92 KB
786.03 KB
794.42 KB
358.35 KB
741.21 KB
566.39 KB
486.21 KB
592.64 KB
355.67 KB
594.78 KB
404.6 KB
505.32 KB
296.26 KB
444.42 KB
516.74 KB
543 Bytes

Sumber:  

Murottal al-Qur’an dan Terjemahannya oleh Syaikh Misyari Rasyid 30 Juz